Arsip untuk September, 2010

When I See You Smile- Bad English

Sometimes I wonder
How I’d ever make it through,
Through this world without having you
I just wouldn’t have a clue

‘Cause sometimes it seems
Like this world’s closing in on me,
And there’s no way of breaking free
And then I see you reach for me

Sometimes I wanna give up
I wanna give in,
I wanna quit the fight
And then I see you, baby
And everything’s alright,
everything’s alright

When I see you smile
I can face the world, oh oh,
you know I can do anything
When I see you smile
I see a ray of light, oh oh,
I see it shining right through the rain
When I see you smile
Oh yeah, baby when I see you smile at me

Baby there’s nothing in this world
that could ever do
What a touch of your hand can do
It’s like nothing that I ever knew

And when the rain is falling
I don’t feel it,
’cause you’re here with me now
And one look at you baby
Is all I’ll ever need,
you’re all I’ll ever need

So right…

Serakah? Jangan !

Dari pengamatan kecil (benar-benar kecil) , saya menemukan bahwa orang-orang sekarang ini secara garis besar terdiri dari 3 golongan.

  1. bisa buat
  2. bisa beli
  3. tidak bisa beli

Dari penggoloongan sederhana ini, pihak (1) dengan usaha terus menerus, pantang mundur, dan segala cara selalu berusaha melakukan dokrinisasi terhadap golongan (2) dan (3). Dalam bentuk apa? Merk! supaya golongan lainya selalu berusaha untuk melakukan beli (buy,purchase) secara terus menerus. Hampir  tidak ada hal lain yang dipikirkan oleh golongan ini kecuali mengenai bagaimana golongan lain untuk menyetor laba ke kantong mereka.

Sementara golongan (2) adalah golongan yang dengan semangat yang sama dengan golongan (1) gigih untuk melakukan pertahanan status sosial dengan melakukan “beli” . Mereka ini secara garis besar terbutakan oleh “beli” dan gengsi”.

Sedangkan yang terakhir, meski “tidak bisa” beli, tapi karena gigihnya usaha dari golongan (1) dalam menancapkan pengaruhnya, jadi terprovokasi untuk “berusaha beli”. Banyak juga sebenarnya yang lebih suka hidup yang sederhana dan memilih tidak ambil pusing terhadap “beli”, tapi malangnya, mereka tetap hidup dalam bayangan “ayolah beli” dari pihak (1).

Kemudian timbullah:

  • Orang yang buta atau membutakan diri dari pemandangan sekitar
  • Orang yang tuli atau men-tuli-kan diri dari teriakan sekitar

Golongan (1) yang Cuma memikirkan untung tanpa memikirkan dampak lingkungan, keadaan buruhnya, dan konsumenya selama mereka membeli produknya.

Golongan (2) yang berusaha menutup kuping dari teriakan kelaparan orang disekitarnya karena mereka teralu sibuk dengan “enaknya pakai baju merk apa ya hari ini?”

Golongan (3) yang  terpaksakan “beli” karena terdoktrin bahkan terhadap sesuatu yang sebenarnya tidak penting dan tidak mereka butuhkan.

dan tidak ada ikatan hubungan yang tersisa antara pelindung dan manusia selain dari ikatan antar kepentingan-diri, selain dari  ikatan ‘pembayaran dengan uang’.- Karl Marx

Mungkin peng-kotak-an diatas lebih banyak salahnya daripada benarnya, tapi sebenarnya cuman mau mengingatkan kalau : :

Tidak ada bahaya yang lebih besar daripada keserakahan.- Lao Tzi

Semar ditengah Kapitalisme (Suara Merdeka 4 sept 2010)

Hari kebangkitan nasional pada 20 mei, mengingatkan kita akan pentingnya semangat dari amunisi akademisi-akademisi muda dalam pentingnya peran mereka dalam menancapkan tonggak perlawanan terhadap kolonialisme yang telah mengkungkung negri ini selama lebih dari 350 tahun setelah gagalnya upaya-upaya perlawanan yang sebelumnya hanya dilakukan secara sporadis.

Kemudian melongok ke lebih dari satu dekade lalu dimana para mahasiswa yang mewakili suara rakyat kembali menunjukkan keampuhanya dalam menumbangkan rezim orde baru. Dalam perspektif bahwa setiap mahasiswa adalah tonggak harapan, utusan dari para orang tuanya untuk melakukan suatu sumbangsih pada kehidupan bermasyarakat sekaligus menularkan spirit dari nuraninya untuk melakukan perubahan pada hal-hal yang bertentangan baik dari tatanan kesusilaan, tatanan hukum, maupun tatanan kebiasaan bagi sekitarnya untuk yang tidak beruntung merasakan bangku kampus atau bahkan bagi yang tidak pernah mengecap pendidikan sama sekali.

Pertanyaan yang timnbul kini adalah, dalam bentuk apa kemudian  pengejawantahan peran dari mahasiswa pada masyarakat kini dalam hiruk-pikuk himpitan sesak kapitalisme yang menurut Muhammad Yunus adalah sebuah system yang baru setengah jadi itu?

Justru sekarang inilah peranan mahasiswa Indonesia kembali diuji, tantangan ini tidak kalah berat dari penggulingan tantangan kolonialisme Belanda-Jepang maupun cengkraman Orba. Disini, sekarang,kita berperang mempertahankan identitas bangsa melawan gempuran musuh yang tidak kasat mata ini, yang bagaikan  angin topan yang bisa menghempaskan pohon sampai ke akar-akarnya, saat inilah kita harus berpegang erat pada nilai budaya. Lihatlah Jepang dan Cina dimana sukses secara ekonomi dengan tetap mempertahankan nilai kebudayaan.

Tugas mahasiswa Indonesia kini,adalah melakukan perubahan paradigma berupa penyelamatan darurat terhadap “nilai” dari warisan budaya dalam rangka menjaga supaya empek-empek, loenpia, gudeg, wingko, sate  Madura dan kawan-kawan tetap mampu bersaing melawan rumah makan-rumah makan bergaya luar negri. Supaya Semar, Gareng, Petruk, Bagong tidak kalah bersanding dengan komik-komik import. Agar kita dapat menengok kembali kekayaan khasanah budaya kita.Karena hanya dengan menjaga identitas bangsalah, kita dapat terus melaju kencang menjawab tantangan jaman.

nb:tulisan ini saya kirim ke Suara Merdeka dan di muat di rubrik Debat pada hari sabtu 4 september 2010 halaman 19 dengan judul “Terimpit Kapitalisme”. masih perlu banyak perbaikan disana-sini, tapi tetep semangat deh !


Gravatar

blog sederhana dari pemikiran saya yang juga ndak kalah sederhananya, silahkan dinikmati

ayo-ayo buat yang ga sempet buka blog ini bisa baca via email, gampang kok tinggal klik disini

Bergabung dengan 24 pelanggan lain
September 2010
S S R K J S M
 12345
6789101112
13141516171819
20212223242526
27282930  
wordpress visitors